Histamin adalah suatu alkaloid yang disimpan di dalam sel mast, dan menimbulkan berbagai proses patologik. Histamin pada manusia adalah mediator penting untuk reaksi-reaksi alergi yang segera dan reaksi inflamasi, mempunyai peranan penting pada sekresi asam lambung, dan berfungsi sebagai neurotransmitter dan modulator (Arif &Sjamsudin, 1995).
Antihistamin adalah obat yang bekerja sebagai antagonis reseptor histamin yang ada, seperti reseptor histamin H1, H2, H3. Antagonis Reseptor H1 (AH1) menghambat efek histamin di pembuluh darah, bronkus dan otot polos, selain itu AH1 juga dapat mengobati reaksi hipersensitivitas (Utama dan Gan, 2007).
Histamin merupakan produk dekarboksilasi dari asam amino histidin, banyak terdapat pada tanaman dan binatang. Dalam organisme manusia terdapat dalam semua jaringan. Konsentrasi histamin tertinggi terdapat dalam paru-paru, kulit dan dalam saluran cerna. Histamin terdapat dalam sel mast dan leukosit basofil dalam bentuk tak aktif secarabiologik dan di simpan pada heparin dan protein basa. Histamin akan dibebaskan dari sel-sel pada reaksi hipersensitivitas, rusaknya sel dan akibat senyawa kimia (Mutschler,1991).
Histamin bekerja pada 2 reseptor berbeda yang disebut reseptor H1 dan H2.
· Stimulator reseptor H1 menimbulkan:
- Vasokonstriksi pembuluh-pembuluh yang lebih besar.
- Kontraksi otot bronchus, otot usus, otot uterus.
- Kontraksi sel-sel endotel.
- Kenaikan aliran limfa.
· Stimulator reseptor H2 menyebabkan:
- Dilatasi pembuluh paru-paru
- Meningkatkan frekuensi jantung dan kenaikan kontraktilitas jantung
- Kenaikan sekresi kelenjar, terutama dalam mukosa lambung.
Stimulasi pada kedua jenis reseptor menyebabkan vasodilatasi arteriol dan pembuluh darah koronaria (Mutschler, 1991).
PENGGOLONGAN OBAT ANTIHISTAMIN
Turunan fenotiazin:
Turunan propilamin
Turunan etilediamin
Semua antihistamin bermanfaat besar pada terapi alergi nasal, rhinitis alergika dan mungkin juga pada rhinitis vasomotor. Antihistamin mengurangi sekresi nasal dan bersin tetapi kurang efektif untuk kongesti hidung. Antihistamin topikal digunakan pada mata, hidung dan kulit.
Antihistamin oral juga dapat mencegah urtikaria dan digunakan untuk mengatasi ruam kulit pada urtikaria, gatal, gigitan dan sengatan serangga, serta alergi obat. Injeksi klorfeniramin atau prometazin digunakan sebagai terapi tambahan pada terapi darurat anafilaksis dan angioedema dengan adrenalin. Antihistamin (sinarisin, siklisin dan prometasin teoklat) digunakan pada mual dan muntah. Antihistamin kadang digunakan untuk insomnia.
Antihistamin berbeda-beda dalam lama kerja serta dalam derajat efek sedatif dan antimuskarinik. Antihistamin golongan lama relatif mempunyai kerja pendek tetapi beberapa (misal prometazin) memiliki kerja sampai 12 jam, sedangkan antihistamin non sedatif yang lebih baru memiliki kerja panjang. Semua antihistamin golongan lama menyebabkan sedasi, meskipun alimemazin (trimeprazin) dan prometazin mempunyai efek sedasi yang lebih besar dibanding klorfeniramin dan siklizin. Efek sedasi ini kadang-kadang dibutuhkan untuk mengendalikan gatal karena alergi. Tidak banyak bukti yang menunjukkan bahwa antihistamin sedatif yang satu lebih baik dari yang lain karena pasien mempunyai respons yang sangat berbeda satu sama lain. Antihistamin non sedatif seperti setirizin, levosetirizin, loratadin, desloratadin, feksofenadin, terfenadin dan mizolastin lebih sedikit menyebabkan efek sedasi dan gangguan psikomotor dibanding golongan lama karena jumlah obat yang menembus sawar darah otak hanya sedikit.
Operasi gigi. Antihistamin digunakan secara luas sebagai anti muntah. Pada pasien dengan reflek gag yang berlebihan, pemberian diazepam akan lebih efektif.
Peringatan dan Kontraindikasi: Antihistamin yang menyebabkan kantuk mempunyai aktivitas antimuskarinik yang nyata dan harus digunakan dengan hati-hati pada hipertrofi prostat, retensi urin, pasien dengan risiko galukoma sudut sempit, obstruksi pyloroduodenal, penyakit hati dan epilepsi. Dosis mungkin perlu diturunkan pada gangguan ginjal. Anak dan lansia lebih mudah mendapat efek samping. Penggunaan pada anak di bawah 2 tahun tidak dianjurkan kecuali atas petunjuk dokter dan tidak boleh digunakan pada neonatus. Banyak antihistamin harus dihindari pada porfiria, meskipun beberapa (misalnya klorfenamin dan setirizin) diperkirakan aman.
Efek Samping Antihistamin: Mengantuk adalah efek samping utama pada sebagian besar antihistamin golongan lama, walaupun stimulasi yang paradoksikal dapat terjadi meski jarang (terutama pada pemberian dosis tinggi atau pada anak dan pada lanjut usia). Mengantuk dapat menghilang setelah beberapa hari pengobatan dan jauh kurang dengan antihistamin yang lebih baru.
Efek samping yang lebih sering terjadi dengan antihistamin golongan lama meliputi sakit kepala, gangguan psikomotor, dan efek antimuskarinik seperti retensi urin, mulut kering, pandangan kabur, dan gangguan saluran cerna.
Efek samping lain yang jarang dari antihistamin termasuk hipotensi, efek ekstrapiramidal, pusing, bingung, depresi, gangguan tidur, tremor, konvulsi, palpitasi, aritmia, reaksi hipersensitivitas (bronkospasme, angio-edema, dan anafilaksis, ruam kulit, dan reaksi fotosensitivitas), kelainan darah, disfungsi hepar dan glaukoma sudut sempit.
Daftar pustaka:
Arif, A., & Syamsudin, U. 1995. Farmakologi dan Terapi; Obat Lokal, Edisi IV, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
Mutschler, E., 1991, Dinamika Obat, Edisi V, Penerbit ITB, Bandung.
Utama H. & Gan. V . 2007. Farmakologi dan Terapi, edisi 5. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta
Permasalahan :
1. Dilihat dari manfaat dan efek samping dari antihistamin yang bekerja pada reseptor H1 dan H2, antihistamin mana yang lebih efektif dalam pengobatan?
2. Kenapa antihistamin golongan lama dapat menyebabkan efek samping mengantuk? Sedangkan golongan baru tidak menyebabkan efek mengantuk, apa yang membedakan nya?
3. Jika antihistamin dikombinasikan pemakaian nya dengan obat lain apakah akan memberikan efek yang lebih baik atau lebih buruk?
Saya mencoba menjawab permasalahan nomor 3, Efek depresi SSP akan semakin meningkat apabila antihistamin tipe H1 diminum bersamaan dengan alkohol atau obat lain yang bersifat depresif terhadap SSP seperti diazepam. Antihistamin kelompok fenotiazin menghambat dan sebaliknya epinefrin mempunyai efek vasosupresi. Kontra indikasi pemberian antihistamin tipe H1 adalah penderita yang mendapat inhibitor monoamine oksidase, seperti isokarboksazid, nialamid, moklobemid, ranilsipromin, fenelzim.
BalasHapusSaya akan mencoba menjawab permasalahan 1: dilihat dari segi manfaat antihistamin pada H1 dan H2 punya kelebihan tersendiri. Antihistamin yang menarget reseptor histamin H1 digunakan untuk mengobati reaksi alergi di hidung (misalnya, gatal, pilek, dan bersin) serta untuk insomnia. Sedangkan antihistamin yang menarget reseptor histamin H2 digunakan untuk mengobati kondisi asam lambung (misalnya, ulkus peptikum dan refluks asam). Jadi kedua nya sama sama efektif tergantung pada reseptor apa antihistamin tersebut bekerja
BalasHapusSaya akan mencoba menjawab Permasalahan nomor 3: pemberian obat antihistamin dengan obat lain tergantung dari jenis obat yang di berikan, Pertimbangan medis dapat menentukan pemilihan obat maupun dosis obat yang akan digunakan. Dapat saja suatu jenis obat mempengaruhi mekanisme kerja obat lainnya seperti misalnya membuat obat jenis lainnya menjadi lebih efektif atau justru melemahkan efek kerja obat jenis lainnya tersebut. Oleh karena itu perlu sekali untuk memahami cara kerja obat dan dampaknya bagi tubuh
BalasHapus